Pemberian Antibiotik pada Pencegahan Demam Reumatik Akut dan Penyakit Jantung Reumatik

Katup yang rusak pada penyakit jantung rematik

Demam rematik akut dan penyakit jantung rematik merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan di negara berkembang. Prevalensi penyakit jantung rematik pada anak usia 5-14 tahun di Indonesia adalah 0-8 kasus per 1000 anak usia sekolah.1 Penelitian lain memperlihatkan prevalensi penyakit jantung rematik di Asia: Kamboja 2,3 kasus per 1000 anak usia sekolah, Filipina 1,2 kasus per 1000 anak usia sekolah, Thailand 0,2 kasus per 1000 anak usia sekolah, dan India dilaporkan 51 kasus per 1000 anak usia sekolah. Di negara berkembang lain di Afrika sebagai contoh Zambia, prevalensi penyakit demam rematik dilaporkan 12,6 kasus per 1000 anak usia sekolah. Untuk menurunkan angka morbiditas dan moralitas akibat demam rematik akut dan penyakit demam rematik diperlukan upaya pencegahan primer dan profilaksis sekunder yang tepat.

Demam rematik akut adalah konsekuensi autoimun dari infeksi oleh streptokokus grup A. Demam rematik akut menyebabkan respon inflamasi umum dan penyakit yang mengenai jantung, sendi, otak dan kulit secara selektif. Namun, kerusakan katup jantung, khususnya katup mitral dan aorta, dapat menjadi persisten setelah episode akut telah mereda. Keterlibatan katup jantung dikenal dengan penyakit jantung rematik.

Penyebab

Infeksi streptokokus grup A pada faring adalah penyebab demam rematik. Infeksi streptokokus pada kulit (impetigo atau pioderma) tidak terbukti menyebabkan demam rematik akut.Streptokokus grup C dan G dapat menyebabkan faringitis namun tidak menyebabkan demam rematik akut.

Streptokokus grup A adalah patogen gram positif ekstraseluler yang merupakan penyebab tersering faringitis dan utamanya mengenai anak usia sekolah 5-15 tahun. Beberapa serotipe protein M seperti M tipe 1,3,5,6,14,18,19,dan 24 dariStreptokokus pyogenes ditemukan berhubungan dengan infeksi tenggorokan dan demam rematik. Streptokokus grup A menyebabkan 15-30% kasus faringitis akut pada pasien pediatrik tetapi hanya 5-10% pada dewasa.

Diagnosis

Kriteria WHO yang telah direvisi mengkategorikan diagnosis demam rematik menjadi: episode primer demam rematik, serangan rekuren demam rematik pada pasien tanpa RHD, serangan rekuren demam rematik pada pasien dengan RHD, chorea rematik, onset karditis rematik, dan kronik RHD.

Untuk menegakkan diagnosis episode primer demam rematik, pasien datang dengan poliartritis (atau hanya poliatralgia atau monoartritis) dan dengan beberapa (3 atau lebih) gejala minor lain, ditambah dengan bukti infeksi streptokokus grup A saat ini. Beberapa kasus kemudian akan menjadi demam rematik. Kasus tersebut untuk lebih hati-hati dianggap sebagai “kemungkinan” demam rematik (setelah diagnosis lain dieksklusi) dan disarankan pemberian profilaksis sekunder. Pasien tersebut memerlukan tindak lanjut dan pemeriksaan teratur. Pendekatan hati-hati ini sesuai diterapkan untuk pasien kelompok usia rentan pada keadaan insiden tinggi demam rematik.

Dalam kondisi terdapat riwayat infeksi streptokokus, 2 gejala mayor, atau kombinasi 1 gejala mayor dan 2 gejala minor sudah memberikan bukti nyata diagnosis demam rematik. Diagnosis rekurensi demam rematik pada pasien dengan RHD diperbolehkan berdasarkan gejala minor dan bukti infeksi streptokokus saat ini. Beberapa pasien dengan serangan rekuren tidak memenuhi kriteria di atas.

Artritis, chorea, eritema marginatum, dan nodul subkutan diantara gejala-gejala nonjantung merupakan kriteria mayor diagnostik demam rematik akut.Artritis berpindah-pindah adalah gejala mayor paling sering ditemui pada demam rematik.Istilah berpindah-pindah diartikan sebagai keterlibatan secara berurutan pada sendi, dengan masing-masing mengalami siklus inflamasi dan resolusi.Ketika timbul artritis sebagai satu-satunya gejala mayor, diagnosis demam rematik sulit ditegakkan karena banyak penyakit infeksi, imunologi, dan vaskulitis datang dengan poliartritis.

Chorea ditandai oleh emosi labil, gerakan tidak terkoordinasi, dan kelemahan otot. Chorea dapat muncul sendiri atau bersamaan dengan gejala demam rematik yang lain. Chorea memiliki periode latensi yang panjang.

Nodul subkutan hampir selalu dihubungkan dengan keterlibatan jantung dan ditemukan lebih sering pada pasien karditis berat.Tidak seperti karditis rematik, gejala nonjantung demam rematik tidak menyebabkan kerusakan permanen. Gejala nonjantung mayor terjadi dalam kombinasi yang bervariasi, dengan atau tanpa karditis, selama proses evolusi penyakit. Timbulnya gejala nonjantung membantu deteksi karditis dan identifikasi gejala nonjantung penting pada rekurensi penyakit, ketika diagnosis karditis sulit ditegakkan.

Diagnosis rematik karditis

Meskipun endokardium, miokardium, perikardium semuanya terkena dengan derajat yang berbeda-beda, rematik karditis hampir selalu dihubungkan dengan murmur valvulitis. Karena itu, miokarditis dan perikarditis, secara mandiri sebaiknya tidak dinyatakan berasal dari rematik, ketika tidak dihubungkan dengan murmur dan etiologi lain harus dipertimbangkan.

Endokarditis

Episode pertama rematik karditis sebaiknya dicurigai pada pasien yang tidak memiliki riwayat demam rematik atau RHD, dan yang murmur sistolik mitral regurgitasi di apeks (dengan atau tanpa murmur middiastolik di apeks), dan atau murmur early diastolic aorta regurgitasi di basal. Di sisi lain, pada pasien dengan riwayat RHD sebelumnya, perubahan karakter murmur-murmur tersebut atau munculnya murmur baru signifikan mengindikasikan karditis.

Miokarditis

Miokarditis sendiri tanpa valvulitis tidak berasal dari rematik dan sebaiknya tidak dijadikan dasar diagnosis demam rematik.Miokarditis hampir selalu dihubungkan dengan murmur sistolik di apeks dan murmur diastolik di basal.Gagal jantung dan pembesaran jantung mengindikasikan bahwa miokardium terlibat dalam episode primer demam rematik, meskipun peran gagal jantung dalam diagnosis rekurensi rematik karditis dipertanyakan.Hal tersebut lebih aman untuk direkomendasikan bahwa perburukan gagal jantung yang tidak jelas sebabnya pada kasus yang dicurigai demam rematik mengindikasikan karditis aktif, jika didukung oleh gejala minor dan bukti riwayat infeksi streptokokus.Jika data klinis sebelumnya tidak diketahui, dapat dibandingkan dengan data terbaru–keterlibatan miokardial menyebabkan pembesaran jantung mendadak yang dapat dideteksi secara radiografi. Infektif endokarditis juga akan menyamarkan rekurensi demam rematik.

Pasien dengan gagal jantung dianggap disebabkan oleh karditis berat. Meskipun gagal jantung selalu dihubungkan secara langsung dengan keterlibatan miokard pada demam rematik, gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri tidak terjadi pada demam rematik, dan tanda dan gejala gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan katup berat.

Perikarditis

Keterlibatan perikard pada demam rematik menghasilkan bunyi jantung melemah, friction rub, dan nyeri dada. Namun, friction rub dapat menyamarkan murmur regurgitasi mitral, yang menjadi jelas setelah perikarditis mereda. Karena perikarditis sendiri bukan bukti karditis rematik tanpa bukti pendukung murmur katup regurgitasi, akan membantu apabila menggunakan ekokardiografi Doppler dalam situasi tersebut untuk melihat tanda regurgitasi mitral. Ekokardiografi dapat mendukung diagnosis efusi perikard ringan sampai sedang, kemungkinan dihubungkan dengan perikarditis, efusi berat dan tamponade cukup jarang. Meskipun tidak spesifik, hasil elektrokardiogram akan memperlihatkan kompleks QRS voltase rendah dan perubahan segmen ST-T, dan jantung akan membesar pada pemeriksaan X-ray. Pasien dengan tanda perikarditis seperti di atas biasanya diobati sebagai kasus karditis berat.

Pencegahan primer

Pencegahan primer demam rematik memerlukan pemberian antibiotik yang adekuat terhadap faringitis streptokokus grup A. Dalam memilih obat, dokter sebaiknya mempertimbangkan aspek bakteri dan efektivitas klinis, kepatuhan pasien terhadap obat yang diberikan (misal frekuensi dosis, lama terapi, dan palatabilitas), biaya, spektrum aktivitas agen, dan efek samping potensial.
Benzatin Penisilin G (BPG) intramuskular, penisilin V potasium oral, dan amoksisilin oral adalah agen antibiotik yang direkomendasikan untuk terapi faringitis streptokokus grup A pada pasien tanpa alergi penisilin. Resistensi streptokokus grup A terhadap penisilin tidak pernah dilaporkan dan penisilin mencegah serangan primer demam rematik bahkan ketika dimulai 9 hari setelah onsel penyakit. Pasien dianggap tidak menularkan penyakit setelah 24 jam pemberian antibiotik.

Penisilin V potasium lebih disukai daripada penisilin G benzatin karena obat tersebut lebih resisten terhadap asam lambung. Namun, penisilin G benzatin sebaiknya dipertimbangkan pada pasien yang cenderung tidak akan menyelesaikan terapi oral selama 10 hari, pada mereka dengan riwayat diri atau keluarga demam rematik atau gagal jantung rematik, dan pada mereka dengan faktor lingkungan yang berrisiko terkena demam rematik (misal tinggal di lingkungan padat dan status sosial ekonomi rendah).Reaksi alergi terhadap penisilin lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak.Reaksi alergi hanya terjadi pada sejumlah kecil pasien, lebih sering setelah injeksi, dan meliputi gejala urtikaria dan edema angioneurotik.Anafilaksis jarang terjadi, khususnya pada anak.Riwayat reaksi alergi pasien perlu digali secara hati-hati.

Penggunaan antibiotik makrolid oral (eritromisin atau klaritromisin) atau azalid (azitromisin) diperbolehkan pada pasien alergi terhadap penisilin.Antibiotik makrolid dan azalid dapat menyebabkan interval QT memanjang bergantung dosis.Antibiotik makrolid sebaiknya tidak digunakan pada pasien yang mengkonsumsi obat-obatan lain yang menghambat sitokrom P450 3A, seperti agen antifungi azol, human immunodeficiency virus protease inhibitor, dan beberapa selective serotonin reuptake inhibitors.

Pencegahan sekunder

Demam rematik rekuren dihubungkan dengan perburukan atau perkembangan menjadi penyakit jantung rematik. Pencegahan faringitis streptokokus grup A rekuren adalah metode paling efektif untuk mencegah penyakit jantung rematik berat. Namun, infeksi streptokokus grup A tidak harus simptomatik untuk memicu rekurensi, dan demam rematik dapat berulang bahkan ketikan infeksi simptomatik diobati secara optimal. Oleh karena itu, pencegahan demam rematik rekuren membutuhkan profilaksis antimikrobial berkelanjutan bukan hanya pengenalan dan terapi episode akut faringitis streptokokus grup A.

Profilaksis berkelanjutan direkomendasikan pada pasien dengan riwayat demam rematik dan pada pasien dengan bukti penyakit jantung rematik.Profilaksis sebaiknya dimulai sesegera setelah demam rematik akut atau penyakit jantung rematik terdiagnosis. Untuk memusnahkan residual streptokokus grup A, penisilin sebaiknya diberikan pada pasien dengan demam rematik akut, bahkan jika hasil kultur tenggorokan negatif.

Profilaksis antimikrobial berkelanjutan merupakan proteksi paling efektif terhadap rekurensi demam rematik.Karena risiko rekurensi bergantung pada berbagai faktor, dokter sebaiknya menentukan lama profilaksis yang sesuai berdasarkan kasus per kasus dengan mempertimbangkan ada tidaknya penyakit jantung rematik.Pasien yang terkena karditis rematik, dengan atau tanpa penyakit katup, adalah risiko tinggi terjadi rekurensi dan cenderung untuk keterlibatan jantung berat yang meningkat pada setiap episode.Pasien-pasien ini sebaiknya diberikan profilaksis antibiotik jangka panjang sampai dewasa, dan mungkin seumur hidup. Pasien dengan penyakit katup persisten sebaiknya menerima profilaksis selama 10 tahun setelah episode terakhir demam rematik akut atau sampai umur 40 tahun, mana yang lebih lama. Pada saat itu, tingkat keparahan penyakit katup dan potensial pajanan terhadap streptokokus grup A sebaiknya ditentukan, dan melanjutkan profilaksis (bisa sampai seumur hidup) sebaiknya dipertimbangkan pada pasien risiko tinggi.

Di Amerika Serikat, injeksi penisilin G benzatin setiap empat minggu adalah obat yang direkomendasikan untuk pencegahan sekunder. Pada populasi tertentu, pemberikan setiap tiga minggu dibenarkan karena kadar obat serum akan turun di bawah kadar protektif sebelum empat minggu setelah dosis inisial.

Pemberian dosis tiga minggu direkomendasikan hanya pada pasien yang menderita demam rematik akut meskipun sudah mematuhi pemakaian obat setiap 4 minggu.Kelebihan penisilin G benzatin sebaiknya dipertimbangkan dengan ketidaknyamanan terhadap apsien dan nyeri saat injeksi, yang menyebabkan beberapa pasien tidak melanjutkan profilaksis.

Beberapa fasilitas pelayanan kesehatan lebih memilih memberikan BPG pada tanggal yang sama setiap bulan daripada setiap 4 minggu. Tidak ada data efektivitas terapi tersebut, namun data farmakokinetik menyatakan bahwa memperpanjang interval dosis lebih dari 4 minggu meningkatkan risiko demam rematik.Oleh karena itu, pemberian bulanan dibandingkan 4 mingguan BPG dapat diterima hanya jika dianggap dapat meningkatkan kepatuhan.

Keberhasilan profilaksis oral bergantung pada kepatuhan pasien terhadap obat.Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, perlu diberikan informasi yang cukup mengenai penyakit dan terapi.Pasien harus diberikan instruksi berulang tentang pentingnya kepatuhan terhadap obat.Bahkan dengan kepatuhan optimal, risiko rekurensi lebih tinggi pada pasien yang menerima profilaksis oral daripada mereka yang menerima injeksi penisilin G benzatin.Oleh karena itu, obat oral lebih cocok untuk pasien dengan risiko rekurensi yang rendah.

Pencegahan sekunder pada kehamilan

Karena tidak ada bukti teratogenisitas, profilaksis penisilin sebaiknya diberikan selama kehamilan untuk pencegahan demam rematik akut (Grade D).Eritromisin juga dianggap aman pada kehamilan, meskipun uji dengan kontrol belum dilakukan.

Pencegahan sekunder pada pasien diterapi antikoagulan

Perdarahan intramuskular dari injeksi BPG, dihubungkan dengan terapi antikoagulasi sangat jarang.Oleh karena itu, injeksi sebaiknya dilanjutkan pada pasien diterapi antikoagulan, kecuali jika terbukti terdapat perdarahan tidak terkontrol, atau international normalized ratio (INR) di luar batas terapi (Grade D).

Mengurangi rasa nyeri injeksi BPG

Jarum ukuran kecil dan peningkatan ukuran volume injeksi menjadi 3,5 mL memperbaiki pemberian injeksi di Taiwan. Penambahan 1% lignocaine terhadap BPG mengurangi nyeri dengan segera secara signifikan dan pada 24 jam pertama setelah injeksi, ketika tidak mempengaruhi konsentrasi penisilin dalam serum secara signifikan.

Penisilin prokain ditambahkan pada pada BPG mengurangi nyeri dan reaksi lokal. Kombinasi ini efektif untuk terapi faringitis streptokokal, tetapi formulasi yang diuji sampai saat ini kadar serum tidak adekuat secara terus menerus untuk jangka panjang untuk pencegahan sekunder. Penekanan langsung pada tempat injeksi memperlihatkan pengurangan nyeri injeksi intramuskular. Teknik lain yang mudah dilakukan adalah dengan menghangatkan spuit sama dengan termperatur ruangan, memastikan kulit yang diolesi alkohol kering sebelum injeksi dan memberikan injeksi secara perlahan-lahan.

Sumber:
1. Dari berbagai sumber
2. Gambar diambil dari http://www.studyblue.com

Simpan halaman ini dalam PDF?

Post artikel ini di tempat lain? Bookmark and Share

Seluruh artikel di myhealing.wordpress.com dapat Anda perbanyak dan digunakan untuk keperluan apapun, asal tetap mencantumkan sumber URL. Silakan berikan rating untuk artikel ini.

Copyright © 2007- 2014 Stetoskop

2 Responses to “Pemberian Antibiotik pada Pencegahan Demam Reumatik Akut dan Penyakit Jantung Reumatik”

  1. agen deep sea sun hope Says:

    thanks for sharing artikelnya

  2. Unbrako Delhi Says:

    I certainly agree to some points that you have discussed on this post. I appreciate that you have shared some reliable tips on this review.


Leave a comment