Diagnosis dan Tata Laksana Arrhytmogenic Right Ventricular Dysplasia (ARVD)

ARVD ima

Arrhythmogenic right ventricular dysplasia (ARVD) atau dalam bahasa Indonesia Displasia Ventrikel Kanan Aritmogenik (DVKA) merupakan penyakit miokardium yang diturunkan secara genetik, ditandai oleh penggantian jaringan miokardium dengan jaringan lemak fibrosa dan aritmia ventrikel, melibatkan terutama ventrikel kanan, dimulai dari epikardium dan meluas ke transmural.1 Penyakit ini memperlihatkan pola autosomal dominan yaitu siapa yang memiliki gen ini juga memiliki risiko mendapatkan penyakit ini dan keturunan dari orang tua yang terkena penyakit ini akan memiliki peluang 50% untuk menderita penyakit ini. Mutasi pada gen yang mengkode protein desmosom (plakobin, desmoplakin) yaitu protein yang mengikat sel satu sama lain ditemukan hampir pada separuh pasien ARVD.2,3

Presentasi klinis pasien ARVD sangat bervariasi. Gagal jantung, aritmia ventrikel dan kematian jantung mendadak merupakan manifestasi klinis yang paling berat pada pasien ARVD. Diagnosis dini krusial, mempertimbangkan implikasi prognostik penyakit ini dan agar dapat mencegah kejadian kematian jantung mendadak. Mortalitas pada pasien yang telah terdiagnosis ARVD dan telah dipasang implantable cardioverter defibrilator (ICD) relatif rendah.4

Diagnosis ARVD ditegakkan berdasarkan pada adanya kriteria Task Force mayor dan minor.5 Selain dari riwayat penyakit pribadi dan riwayat penyakit di keluarga, pemeriksaan rutin meliputi elektrokardiografi, ekokardiografi, monitoring holter 24 jam, uji latih jantung, dan magnetic resonance imaging (MRI) jantung.

Read Article »

Anatomi dan Fisiologi Sirkulasi Janin

Pemahaman mengenai anatomi dan fisiologi sirkulasi fetus diperoleh berdasarkan data penelitian hewan. Penelitian pada manusia yang terus berkembang telah mengungkap fisiologi dan anatomi pada manusia, dengan hasil yang sama tetapi tidak identik dengan penelitian hewan. Berbagai mekanisme yang dijelaskan dalam penelitian hewan juga terdapat pada manusia, tetapi dengan beberapa perbedaan. Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai alasan, misalnya fetus domba memiliki anatomi yang berbeda dengan fetus manusia, dengan vena kava inferior intratoraks yang lebih panjang, otak yang lebih kecil, hepar dengan posisi yang berbeda, dua buah vena umbilikus, suhu yang lebih tinggi, hemoglobin yang lebih rendah, kecepatan pertumbuhan dan masa kehamilan yang lebih pendek. Penggunaan alat ultrasonografi yang semakin meningkat dalam bidang obstetrik memberikan data fisiologi mengenai fetus manusia. Data fisiologi yang diperoleh dari fetus manusia meliputi curah jantung, sirkulasi plasenta dan pulmonal, hepar dan otak fetus, darah balik vena ke jantung, dan shunt fetus (duktus venosus, foramen ovale, dan duktus arteriosus).

Read Article »

Tinjauan Klinis Penyakit Jantung Tiroid (Thyroid Heart Disease)

PH picture

Jantung merupakan organ yang sensitif terhadap hormon tiroid dan perubahan pada performa jantung tampak pada sedikit variasi konsentrasi hormon tiroid dalam serum. Sebagian besar pasien dengan hipertiroidisme menunjukkan manifestasi kardiovaskular dan komplikasi yang paling serius dari hipertirodisme terjadi disebabkan oleh keterlibatan jantung.1

Gejala dan tanda kardiovaskular dari penyakit tiroid merupakan penemuan klinis yang paling menonjol dan relevan yang menyertai baik hipertiroid maupun hipotiroid. Berdasarkan pemahaman mengenai mekanisme selular aksi hormon tiroid terhadap jantung dan sistem kardiovaskular, perubahan pada curah jantung, kontraktilitas jantung, tekanan darah, resistensi vaskular dan gangguan irama yang disebabkan disfungsi tiroid sudah dapat dijelaskan. Efek tiroid terhadap jantung penting dikenali karena dengan mengembalikan fungsi tiroid menjadi normal sering memperbaiki hemodinamik kardiovaskular yang abnormal.2

Read Article »

Tata Laksana Transposisi Arteri Utama dengan Septum Ventrikel Intak (TGA-IVS)

PH picture

Transposisi arteri utama (transposition of the great arteries, TGA) meliputi 5-7% dari seluruh penyakit jantung bawaan (PJB) dan merupakan PJB biru kedua terbanyak setelah Tetralogy of Fallot (TOF). TGA ditandai dengan kelainan hubungan antara ventrikel dengan arteri utama.

Pada kelainan ini terjadi dua sirkulasi yang berjalan paralel, darah dari sirkulasi sistemik memasuki atrium kanan (right atrium, RA), ke ventrikel kanan (right ventricle, RV) dan menuju aorta (Ao), sedangkan darah dari sirkulasi pulmonal memasuki atrium kiri (left atrium, LA), ke ventrikel kiri (left ventricle, LV) dan menuju arteri pulmoner (pulmonary artery, PA). TGA yang sederhana terbagi 2 kelompok, (1) dengan defek septum ventrikel (ventricular septal defect, VSD), (2) dan tanpa VSD (septum ventrikel intak). Sedangkan pada TGA yang kompleks sering disertai dengan kelainan lain seperti, VSD, defek septum atrium (atrial septal defect, ASD), patent ductus arteriosus (PDA), dan LV outflow tract obstruction (LVOTO), yaitu koarktasio aorta (coarctation of the aorta, CoA), stenosis pulmonal (pulmonary stenosis, PS), atresia katup atriventrikular, dan hipoplasia ventrikel.4

Read Article »

Pemberian Antibiotik pada Pencegahan Demam Reumatik Akut dan Penyakit Jantung Reumatik

Katup yang rusak pada penyakit jantung rematik

Demam rematik akut dan penyakit jantung rematik merupakan salah satu penyebab utama masalah kesehatan di negara berkembang. Prevalensi penyakit jantung rematik pada anak usia 5-14 tahun di Indonesia adalah 0-8 kasus per 1000 anak usia sekolah.1 Penelitian lain memperlihatkan prevalensi penyakit jantung rematik di Asia: Kamboja 2,3 kasus per 1000 anak usia sekolah, Filipina 1,2 kasus per 1000 anak usia sekolah, Thailand 0,2 kasus per 1000 anak usia sekolah, dan India dilaporkan 51 kasus per 1000 anak usia sekolah. Di negara berkembang lain di Afrika sebagai contoh Zambia, prevalensi penyakit demam rematik dilaporkan 12,6 kasus per 1000 anak usia sekolah. Untuk menurunkan angka morbiditas dan moralitas akibat demam rematik akut dan penyakit demam rematik diperlukan upaya pencegahan primer dan profilaksis sekunder yang tepat.

Read Article »

Efek Kontrol Denyut Jantung dengan Esmolol terhadap Keluaran Klinis dan Hemodinamik Pasien dengan Syok Septik

Kelebihan beta bloker adalah dapat mengontrol denyut jantung dan melemahkan efek merugikan dari stimulasi reseptor beta adrenergik pada septik syok. Namun, beta bloker tidak dipergunakan pada kondisi ini dan akan memperburuk dekompensasi kardiovaskuler melalui efek hipotensi dan inotropik negatif.

Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti efek beta bloker kerja cepat esmolol pada pasien syok septik. Desain, setting, dan pasien label terbuka, penelitian acak fase 2, dilakukan di ICU rumah sakit universitas antara November 2010 dan Juli 2012, melibatkan pasien dengan syok septik dengan denyut jantung 95x/menit atau lebih tinggi yan memerlukan dosis tinggi norepinefrin untuk memelihara tekanan arteri rata-rata 65 mmHg atau lebih.

Read Article »

Apixaban Oral untuk Terapi Tromboemboli Vena Akut

Tromboemboli vena, dengan insiden tahunan 1 hingga 2 kasus per 1000 orang pada populasi umum, adalah penyebab ketiga terbanyak kematian vascular setelah infark miokard dan stroke. Terapi konvensional teridir dari antikoagulan parenteral, seperti enoxaparin, paling sedikit 5 hari dan warfarin mulai dalam waktu tersebut dan dilanjutkan paling sedikit 3 bulan. Meskipun efektif, agen ini masih memberikan tantangan karena enoxaparin membutuhkan injeksi subkutan setiap hari dan warfarin membutuhkan monitoring koagulasi dan penyesuaian dosis.

Apixaban adalah penghambat faktor Xa oral dengan onset aksi cepat dan farmakokinetik yang dapat diprediksi sehingga dapat diberikan dalam dosis tetap. Dengan karakteristik ini, apixaban akan menyederhanakan pengobatan tromboemboli vena dengan menghilangkan kebutuhan untuk terapi antikoagulan parenteral inisial dan monitoring laboratorium, sebuah konsep yang didukung oleh penelitian terbaru. Apixaban telah memperlihatkan efektivitas untuk pencegahan rekurensi tromboemboli vena, dengan tingkat perdarahan mayor yang sama dengan plasebo. Dalam percobaan AMPLIFY, peneliti membandingkan apixaban dengan terapi antikoagulan konvensional pada pasien dengan tromboemboli vena akut simtomatik.

Read Article »

Terapi Bedah Dini Mengurangi Angka Kematian Pasien Endokarditis Infektif

Meskipun telah dicapai kemajuan dalam hal terapi bedah dan medis, endokarditis infektif masih menjadi penyakit serius yang menyebabkan kematian dan morbiditas. Peran bedah pada terapi endokarditis infektif telah dipakai secara luas dan panduan terkini merekomendasikan terapi bedah untuk endokarditis infektif dan gagal jantung kongestif, Penelitian ini dibuat untuk membandingkan hasil keluaran bedah dini dengan terapi konvensional berdasarkan panduan terkini untuk pasien endokarditis infektif dengan risiko tinggi emboli.

Read Article »

Aspirin Mencegah Kekambuhan Tromboemboli Vena

Tablet aspirin

Risiko terjadinya kekambuhan pada pasien dengan tromboemboli vena berlangsung selama bertahun-tahun setelah terapi antikoagulan dihentikan. Risiko tinggi terutama pada pasien dengan tromboemboli vena yang tidak diprovokasi, sekitar dua puluh persennya mengalami kekambuhan dalam 2 tahun setelah terapi dengan antagonis vitamin K dihentikan. Terapi dengan agen ini mengurangi risiko kekambuhan tetapi dihubungkan dengan peningkatan risiko perdarahan.

Peran aspirin pada pencegahan primer tromboemboli telah dievaluasi pada berbagai kondisi di klinik. Pada sebuah penelitian, aspirin dihubungkan dengan pengurangan risiko kekambuhan sekitar 20-50%. Manfaat potensial dari terapi antiplatelet pada pencegahan sekunder tromboemboli vena menjadi sebuah kesimpulan dari hasil sebuah penelitian acak yang melibatkan hanya 39 pasien tersebut.

Read Article »

Efek Pemasangan Balon Intraaorta pada Pasien Infark Miokard dengan Syok Kardiogenik

Tingkat kematian pada pasien-pasien dengan syok kardiogenik sebagai komplikasi infark miokard akut cukup tinggi bahkan setelah dilakukan revaskularisasi dini dengan percutaneous coronary intervention (PCI) atau coronary artery bypass grafting (CABG)

Intraaortic balloon counterpulsation adalah bentuk bantuan hemodinamik yang paling sering diberikan pada pasien infark miokard akut dengan komplikasi syok kardiogenik. Berdasarkan panduan Eropa dan Amerika Serikat, penggunaan balon intraaorta pada terapi syok kardiogenik diklasifikasikan kelas IB dan IC. Namun, bukti ilmiahnya hanya diambil dari rekam medis dan masih kurang percobaan acak yang mendukung. Metaanalisis yang dimasukkan hanya penelitian kohort yang menyatakan bahwa penggunaan pompa balon intraaorta dihubungkan dengan penurunan sebesar 11% risiko kematian.

Pada penelitian penggunaan pompa balon intraaorta pada syok kardiogenik (IABP-SHOCK) yang melibatkan hanya 45 pasien, tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan dalam hal keparahan penyakit (dengan menggunakan skor APACHE II) antara pasien yang diberikan IABP dengan kelompok kontrol yang menerima pelayanan standar, meskipun kadar BNP serial menurun secara signifikan pada kelompok IABP. Bukti yang tidak meyakinkan tersebut mungkin menjadi penjelasan mengapa penggunaan IABP hanya 25-40% dari pasien dengan syok kardiogenik, tidak sesuai dengan yang direkomendasikan.

Read Article »