Arrhythmogenic right ventricular dysplasia (ARVD) atau dalam bahasa Indonesia Displasia Ventrikel Kanan Aritmogenik (DVKA) merupakan penyakit miokardium yang diturunkan secara genetik, ditandai oleh penggantian jaringan miokardium dengan jaringan lemak fibrosa dan aritmia ventrikel, melibatkan terutama ventrikel kanan, dimulai dari epikardium dan meluas ke transmural.1 Penyakit ini memperlihatkan pola autosomal dominan yaitu siapa yang memiliki gen ini juga memiliki risiko mendapatkan penyakit ini dan keturunan dari orang tua yang terkena penyakit ini akan memiliki peluang 50% untuk menderita penyakit ini. Mutasi pada gen yang mengkode protein desmosom (plakobin, desmoplakin) yaitu protein yang mengikat sel satu sama lain ditemukan hampir pada separuh pasien ARVD.2,3
Presentasi klinis pasien ARVD sangat bervariasi. Gagal jantung, aritmia ventrikel dan kematian jantung mendadak merupakan manifestasi klinis yang paling berat pada pasien ARVD. Diagnosis dini krusial, mempertimbangkan implikasi prognostik penyakit ini dan agar dapat mencegah kejadian kematian jantung mendadak. Mortalitas pada pasien yang telah terdiagnosis ARVD dan telah dipasang implantable cardioverter defibrilator (ICD) relatif rendah.4
Diagnosis ARVD ditegakkan berdasarkan pada adanya kriteria Task Force mayor dan minor.5 Selain dari riwayat penyakit pribadi dan riwayat penyakit di keluarga, pemeriksaan rutin meliputi elektrokardiografi, ekokardiografi, monitoring holter 24 jam, uji latih jantung, dan magnetic resonance imaging (MRI) jantung.